Ayahku Penyemangat Hidupku
Namaku Devina, usiaku baru 14 tahun kelas 8 SMP. Aku tinggal bersama dengan ayahku yang bekerja sebagai buruh tani, ibuku sudah meninggal ketika aku berumur 3 tahun. Aku tinggal di sebuah rumah yang tidak besar namun nyaman bagiku karna disinilah tempat dimana aku dan ayah saling bersama menghabiskan waktu dengan berbagi canda tawa.
Hari ini hari senin sama seperti hari-hari biasanya aku berangkat sekolah dengan berjalan kaki, karena jarak rumah dengan sekolahku tidak begitu jauh. Kegiatan di sekolahku sama seperti sekolah-sekolah yang lain upacara kemudian mulai jam pelajaran seperti biasa.
Saat jam pelajaran pertama yaitu pelajaran Matematika. Bu Elis, sebagai guru pengajar Matematika masuk ke kelas. Murid- murid yang tadinya sedang berbincang-bincang dengan murid lain langsung duduk di bangku masing-masing dengan rapi.
"Selamat pagi bu..,,"
"Selamat pagi anak-anak, silahkan duduk lagi"
"ya bu..,,:
"hari ini ibu akan mengadakan ulangan matematika dadakan"
Sontak semua murid langsung terkejut dan banyak yang belom siap dengan ulangan ini. Bu Elispun membagikan kertas ulangan ke meja murid-murid satu per satu. Murid-murid mengerjakan ulangan mereka dengan berbagai macam ekspresi. Aku mengerjakan soal itu dengan penuh keyakinan. Saat aku akan mengumpulkan kertas ulanganku tiba-tiba seseorang menarik kerah bajuku dari belakang dan langsun merampas kertas ulanganku. Dia adalah Angel, seorang anak yang membenciku entah karena apa, ayahnya adalah ketua komite di sekolah ini, jadi banyak diantara kami yang tidak ingin berurusan dengannya.
"aku ambil kertasmu, nih kau kerjakan punyaku!!!" Angel melempar kertas ulangannya ke hadapanku, saat itu Bu Elis sedang keluar sebentar untuk mengangkat telfon.
"awas saja kau kalau sampai melapor hal ini aku jamin tidak lama lagi kau akan keluar dari sekolah ini" Aku hanya bisa diam mendengar kecaman dari Angel, dan mengerjakan lagi soal ulangan yang tadinya milik Angel.
Bu Elis kembali ke kelas dan dengan santainya Angel mengumpulkan ulangan itu dengan santainya. Ya, aku sudah biasa dengan perlakuan Angel yang seperti ini, walaupun aku bisa melawannya tapi itu tak ada gunanya yang ada aku malah akan di keluarkan dari sekolah ini, jadi aku lebih memilih untuk diam dan menuruti semua perkataannya. Waktu terus berjalan dan aku sudah selesai dengan ulanganku, begitu juga dengan murid-murid yang lainnya.
Kring.... kring.... kring.... bel berbunyi menandakan jam pelajaran matematika sudah selesai.
"yup..,, waktunya sudah habis silahkan dikumpulkan, dan sampai bertemu lagi"
Setelah ulangan mendadak itu selesai, semua murid berhamburan keluar untuk istirahat, aku hanya memilih untuk duduk-duduk di luar kelas, dan tiba-tiba seseorang mendekatiku dan duduk di sebelahku. Dia adalah viona teman dekatku yang selalu brsama denganku.
"devina, kenapa kau tadi tidak melawan Angel saja?"
"percuma aku melawannya karena nanti pastinya aku yang akan dikeluarkan dari sekolah ini, sudahlah jangan pikirkan kejadiaan itu lagi, bagaimana kalau kita sekarang ke perpustakaan"
"boleh juga ayo"
Akhirnya aku dan Viona pergi ke perpustakaan. Sampai disana aku melihat sebuah buku yang berjudul 'piano' setelah membacanya sekilas akuu tertarik untuk meminjamnya dan membacanya di rumah nanti sepulang sekolah.
Waktu terus berjalan dan akhirnya jam sekolah selesai. Aku pulang dengan berjalan kaki sendirian. Sesampainya di rumah ku lihat ternyata ayah belum datang dari kerjanya. Aku segera ganti baju dan merebahkan diriku di atas kasur sambil mengambil buku yang tadi ku pinjam dari perpustakaan. Lama-kelamaan aku mengantuk dan akhirnya aku memutuskan untuk tidur aku menyimpan buku itu di bawah bantalku, takut kalau ayah sampai tau kalau aku ingin bermain piano dan ayah memaksakan dirinya bekerja keras supaya bisa membeli seebuah piano. Waktu menunjukkan pukul 15.00 tapi ayah belum juga pulang, jadi aku membuatkan segelas kopi untuk ayah, setelah itu aku bergegas untuk mandi dan melihat apakah ada PR untuk besok. Jam menunjukkan pukul 16.00 ayah baru pulang dari kerja dan aku menyambutnya dengan senyuman, ku lihat raut wajahnya yang kelellahan setelah seharian bekerja. Aku segera membuatkan ayah air hangat untuk mandi. Sambil menunggu ayah selesai mandi, kopi yang tadi ku taruh di meja makan supaya ayah bisa langsung meminumnya selesai mandi.
Hari mulai malam seperti rutinitas yang biasa ku lakukan yaitu belajar untuk besok. Jam dinding menunjukkan pukul 21.00 aku segera tidur, karena lelah aku belum membereskan buku-buku yang ada di meja belajarku, aku menaruh buku piano itu di baawah tumpukan buku-buku yang ku pelajari.
Keesokan harinya ayah masuk ke kamarku untuk membangunkanku
"devina ayo bangun ini sudah pagi"
"iya ayah" Segera aku bergegas untuk mandi.
Tanpa sepengetahuanku, ayah mendekati meja belajarku dan memunguti buku-buku yang belum ku bereskan semalam, tanpa sengaja buku piano itu terjatuh dan ayah segera memungut buku itu, ayah melihat dan membaca buku itu lalu ayah membawanya. Aku baru keluar dari kamar mandi terkejut melihat meja belajarku yang sudah rapi, aku mencobaa mencari buku piano itu tapi tidak menemukannya, aku takut kalau buku itu sudah diambil ayah, dan aku mencoba mencari ayah namun ayah sudah berangkat kerja lebih dulu. Akhirnya aku berangkat sekolah dengan perasaan cemas dan tak karuan. Sampai di kelas aku hanya bisa duduk di bangkuku sambil merenung bagaimana jika ayah marah kepadaku atau hari ini ayah tidak pulang dan berbagai pikiran lain yang membuat perasaanku cemas.
Bel sekolah berbunyi senmua murid masuk ke kelas masing-masing. Pelajaran demi pelajaran ku lalui dengan tidak bersemangat. Hingga bel istirahat berbunyi aku dan viona mencoba keluar kelas, dan secara tidak sengaja aku melihat kerumunan anak-anak di depan papan pengumuman
"viona itu ada apa ramai-ramai"
"entahlah, ayo kita lihat"
"ayo"
Aku dan viona mendekat ke papan pengumuman tersebut dan ternyata isi pengumuman tersebut akan diadakan kontes musik tingkat nasional, tapi bagi yang ingin ikut akan di seleksi oleh sekolahnya sendiri, tiap sekolah menyumbangkan 2 siswa, dan pemenangnya akan mendapat beasiswa untuk masuk ke SMA. Aku ingin ikut kontes itu tapi apa boleh buat untuk anak sepertiku keinginan itu hanya sebuah mimpi.
"kau ingin ikut?" tanya viona padaku
"iya, tapi aku tidak punya alt musik"
"kau kan kemarin meminjam sebuah buku dari perpustakaan tentang piano, apakah kau sudah membacanya?"
"sudah memang ada apa?"
"kau bisa belajar bermain piani dengan buku itu"
"tapi aku tidak mempunyai piano"
"itu gampang, ayo ikut aku"
Aku akhirnya mengikuti ajakan viona yang entah kemana dia akan membawaku. Kami akhrnya tiba di sebuah ruangan yang cukup luas
"ayo masuk" ajak viona kepadaku
"apa boleh kita amsuk ke sisni"
"boleh ayo masuk saja lagi pula ini kan untuk murid-murid di sini"
Kami melepas sepatu dan masuk ke ruangan itu. Di dalam ruangan itu terdapat beberapa alat musik salah satunya piano. Aku berjalan mendekati piano itu dan membuka tutup piano tersebut.
"kau bisa memainkannya?" tanya viona
"sedikit"
"coba kau mainkan"
Nada demi nada ku dentingkan dari jari jemariku, tanpa kami ketahui ternyata Bu Lolita, guru seni budaya juga mendengarkan permainan pianoku dari balik pintu. Ketika aku selesai memainkan piano, Bu Lolita muncul dari pintu dan membuat kami kaget
"maaf bu kami belum izin masuk ke sini" aku meminta maaf kepada Bu Lolita, berharap ia tidak memarahiku
"tidak apa apa lagi pula ini untuk murid-murid di sekolah ini"
"maaf bu"
"tidak apa apa..,, o ya ibu tidak tau kalau kamu bisa main piano, apa kamu ingin ikut lomba itu?"
"iya"
"kalau begitukau bisa berlatih di sini, dan kau bisa datang kapanpun ke sini"
"terimakasih bu..,,"
Pada saat itu juga datanglah Angel dan 2 temannya yang selalu bersamanya.
"lo ngapain kau ke sini" tanya Angel dengan sinisnya
"angel, mulai sekarang devina akan ikut berlatih di sini juga"
"bu..!!! dia inikan anak miskin emang dia bisa apa main alat musik, jangankan main baru peang aja mungkin langsung sudah rusak semua hahaha...,,," Angel menatapku sinis disertai deengan tawanya dan juga teman-temannya
"angel!! kau tidak boleh gitu, walaupun devina cuma anak seorang buruh tani dia juga punya hak yang sama denganmu"
"bu lolita kenapa sih kok ngebela devina terus, apa karena dia anak baru ya di latihan ini" Angel meninggalkan kami berdua dengan Bu Lolita. Bu Lolita hanya bisa menggelengkan kepala karena ulah angel barusan
"sudahlah bu mungkin benar kata angel kalau saya tidak pantas buat ikut kontes itu"
"devina, kamu jangan menghiraukan kata-kata angel tadi, ibu ingin kamu mengikuti kontes itu, ibu yang akan mengajarimu bermain piano"
"terimakasih bu, tapi apa beneran gak papa?"
"iya"
Bel berbunyi saatnya para siswa masuk ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. Waktu trus berjalan tak terasa jam sudah saatnya pulang sekolah. Aku buru-buru berjalan pulang dan segera mencari buku itu lagi, dengan harapan semoga ayah tidak mengetahuinya, dan buku itu masih terselip di antara buku-buku yang lain. Sampai di rumah, seperti biasanya ayah belum pulang dari sawah, aku segera mencari buku itu, namun aku tidak berhasil menemukannya. Ternyata ayah sudah mengambilnya, aku mencoba menunggu ayah pulang, namun sampai jam 16.00 ayah belum juga pulang, pikiranku makin tak karuan. Hingga akhirnya pukul 16.30 ayah pulang. Aku menyambutnya dengan perasaan takut
"ayah..,, maaf"
"kau tidak perlu minta maaf devina, ayo ikut ayah"
Aku mengikuti yang akan membawaku entah kemana, kami tiba di gudang kemudian ayah membuka pintu gudang tersebut. Kami masuk ke gudang tersebut, tampak ayah sedang membersihkan sesuatu yang mirip dengan meja.
"apa itu ayah?"
"kau lihat saja" setelah selesai membersihkan barang yang ku kira meja itu ayah membukanya, dan ternyata itu adalah sebuah piano.
"wah..,, sebuah piano dari mana ayah mendapatkannya?"
"piano ini dulu adalah milik ibumu, ibumu dulu adalah seorang pianis di sebuah hotel, tapi karena ibumu sakit dania meninggal jadi ayah tidak menaruh pianonya disini, dan sejak saat itu ayah tidak pernah mendengar suara dentingan piani. Apa kau mau mencobanya devina?"
"iya" aku duduk di kursi piano itu dan ayah juga duduk di sebelah kananku, kami memainkan piano itu berdua. Aku bahkan baru tau kalau ternyata ayah juga bisa bermain piano.
"devina, disekolahmu mengadakankontes musik kan?"
"iya"
"ayah ingin kamu mengikutinya"
"tapi apa aku bisa?"
"kau pasti bisa, semua yang ada di duniaini pasti bisa kau raih asalkan kau mau berusaha, tidak penting bisa menjadi pemenang atau kalah yang terpenting kau sudah menunjukkan kepada mereka bahwa kau bisa"
"baik ayah, terima kasih"
Keesokan harinya saat jam istirahat aku dengan viona pergi ke ruang musik lagi. Di sana sudah ada Bu Lolita, angel dan juga 2 temannya
"selamat datang devina, ayo masuk"
"baik bu"
"devina, sekarang coba kau mainkan piano ini"
Aku memainkan piano itu seperti yang diminta oleh Bu Lolita. Ketika aku selesai bermain piano, aku mendpat tepuk tangan dari Bu Lolita dan Viona
"haduh..,, baru bisa main piano kayak gitu aja senengnya udah gak ketulungan, apa lagi kalau nanti bisa ikut kontes itu, mungkin bisa langsung setep dia hahaha...." kata angel dengan disertai tawa dari 2 orang temannya
"angel!!!!"
"kenapa, ibu mau ngebela anak miskin ini lagi ya? gak papa kok bu bela aja lagian juga gak akan ngaruh" Dan ketika itu juga angel meninggalkan ruangan itu dan menutup pintu dengan kasar
Bu Lolita hanya menggelengkan kepala saja meliha tingkah laku angel yang seperti itu
"bu, lebih baik saya mengundurkan diri saja" pintaku supaya kejadian ini tidak semakin menjadi-jadi
"jangan, pokoknya kau harus ikut kontes itu, masalah angel biar ibu saja yang urusi. Dan jangan lupa hari Jumat tahap seleksi akan diadakan"
"baik bu, terima kasih"
Aku terus berlatih dengan Bu Lolita, selain itu di rumah aku juga sering bermain piano bersama ayah sepulang dari bekerja, jika tidak ayah tidak lelah. Namun, semenjak aku mengikuti latian itu angel semakin membenciku.
Hari jumat tiba saat pulang sekolah diadakan tahap seleksi itu, dan yang terpilih adalah aku dan angel. Aku sangat senang, namun tidak bagi angel. Itu terlihat dari raut wajahnya yang marah kepadaku, karena aku bisa lolos dan mengikuti kontes itu.
"kenapa kau harus punya bakat bermain piano, apa kau tidak punya bakat lain!" angel bertanya padaku dengan sinis, aku hanya diam tidak menjawab pertanyaannya
"o ya aku lupa, kau kan anak miskin, jadi mana punya bakat lain selain bermain piano" setelah berkata begitu angel langsung meninggalkan ku
Hari terus berlanjut aku semakin giat berlatih, begitu juga angel. Walau tak jarang angel sering melakukan berbagai cara supaya aku tidak bisa hadir dalam latian. Sebenarnya aku ingin mengundurkan diri supaya angel bisa berhenti menggangguku, namun ayah dan Bu Lolita ingin aku mengikuti kontes itu walau tidak bisa menang.
Setelah berlatih selama 1 bulan, pada hari sabtu kami melaksanakan gladibersih sepulang sekolah. Aku dan angel berkumpul lagi di ruang musik untuk gladibersih. Setelah itu aku berniat untuk langsung pulang, namun Rini teman angel menarikku masuk ke ruang olah raga. Di sana ada angel dan bela. Aku melihat angel dengan muka penuh amarah sambil memegang sebuah bola basket, aku berniat untuk kabur namun tidak bisa karena tanganku dipegang erat oleh Rini dan Bela, mau berteriak minta tolongpun percuma karena di sekolah ini sudah tidak ada siapa-siapa lagi kecuali kami berempat.
"kau tidak akan pernah mengikuti kontes itu, apa lagi sampai menjadi pemenang, itu tidak akan terjadi, tidak akan pernah!!!"
Setelah berkata demikian, angel langsung melempar 2 bola basket ke mukaku. Seketika darah mengalir dari hidung dan bibirku. Setelah melakukan hal itu, mereka meninggalakanku di ruangan itu. Aku mencoba menahan rasa sakit itu dan berjalan pulang. Sampai di rumah, ternyata ayah belum datang, aku langsung membersihkan lukaku, namun memar di bibirku masih terlihat, aku mencoba menutupinya dengan obat gosok milik ayah, dan sudah tidak begitu terlihat lagi. Aku menunggau ayah pulng sampai pukul 16.00, tapi ayah belum juga pulang, hingga menjelang pukul 17.00 seseorang mengetuk pintu rumahku, aku mencoba membukanya dan ternyata itu adalah Bu Diah tetanggaku, ia datang padaku dengan muka panik
"ada apa Bu Diah?" aku mencoba menenangkannya
"devina, ayahmu sekarang ada di rumah sakit, tadi ketika pulang dari sawah ia tertabrak mobil"
Bagai tersambar petir, ya itulah perasaanku saat ini, aku seakan tak percaya dengan apa yang ku dengar, dan tak terasa air mataku mengalir. Bu Diah mengantarku ke rumah sakit tempat ayah berada. Sampai di sana aku melihat ayah sedang terbaring lemah belum sadar, kata Bu Diah dari tadi ayah memang belum sadar. Aku menghampiri ayah dan menunggunya sampai sadar. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.45 ayah akhirnya sadar juga. Aku memeluk dan menangis di hadapannya. Ayah memegang kepalaku dan berkata supaya aku jangan menagis
"devina, apa kamu tidak tidur? besokkan kau harus mengikuti kontes itu"
Melihat kondisi ayah yang seperti ini aku ingin tidak mengikuti kntes itu "aku tidak ikut ayah, aku ingin menjaga ayah di sini"
"apa yang kau bicarakan, ayah akan baik-baik saja di sini, pokoknya kamu besok harus mengikuti kontes itu, pokoknya sekarang kau harus tidur"
Aku tidak bisa membantah keinginan ayah apa lagi dengan keadaannya yang seperti sekarang, aku pun tidur di sampin ayah.
Keesokan harinya aku bersiap untuk berangkat ke kontes itu dengan penampilan apa adanya, akrena yang ku pakai adalah pakaian yang ku gunakan saat aku datang ke rumah sakit ini bersama Bu Diah, aku hanya memakai rok putih sepanjang lutut dan baju dengan lengan sampai siku berwarna putih.
"ayah, aku berangkat" ketika aku akan melangkah ayah menghentikan langkahku
"devina, tunggu dulu ayah punya sesuatu untukmu, coba kau buka bungkusan yang ada di meja itu" ayah menunjuk sebuah bungkusan berwarna hitam yang terletak di meja pojok ruangan ayah.
Aku mengambil dan melihat isi bungkusan itu, dan ternyata itu adalah sebuah sepatu berwarna putih.
"ayah ingin kamu memakainya, ayah membelinya kemarin karena ayah tau kamu tidak memiliki sepatu selain sepatu sekolah"
Ternyata ayah kemarin masih pergi ke toko sepatu untuk membelikanku sebuah sepatu, tapi gara-gara ini ayah menjadi celaka dan sekarang masuk rumah sakit.
"terima kasih ayah, jaga diri baik-baik"
"kau juga hati-hati di jalan"
Aku berangkat ke kontes itu dengan diantar oleh Bu Diah. Ketika sampai di sana, aku melihat angel dan 2 temannya juga sudah ada di sana, dan juga di sana ada Bu Lolita. Aku menghampiri mereka, dan saat aku lewat di depan angel dia menatapku dengan tatapan 'belum kapok juga nih anak sama pelajaran yang kemarin'. Setelah itu ada pengumuman bahwa semua peserta diharap masuk, dan mengambil nomor urut, dan kami semua menunggu giliran untuk dipanggil. Satu persatu peserta sudah tampil, tinggal lima peserta lagi giliranku, bisa di bilang nomor urutku ini termasuk nomor terakhir. Dan saat itu pula, bela mendekatiku dan berkata dengan panik bahwa asma angel sedang kambuh, ia memintaku untuk mengambilkan obat di tasnya di ruang persiapan. Aku menuuju ruangan itu dan mencari obat itu di dalam tas angel tapi tidak menemukannya, aku terus mencari dan tanpa ku sadari, seseorang mengunciku di dalam ruangan itu. Aku mencoba membukunya, tapi tidak bisa, aku berteriak minta tolong namun tidak ada yang mendengar, aku juga mencoba memukul-mukul pintu itu namun sama saja tak ada yang mendengar. Dan akhirnya namaku dipanggil untuk naik ke panggung, aku dapat mendengar ketika namaku dipanggil, namun apa boleh buat aku terkunci di ruangan ini. Dan pada saat itu juga aku menyadari bahwa aku ini hanya seorang DEVIL yang akan mengganggu angel, bahkan bukan hanya angel tapi juga ayah. Ya, ayah yang menginginkan aku tampil di hadapan umum dengan memainkan piano sama seperti ibu dulu, tapi aku menghancurkan harapan itu dalam sekejap. Akhirnya namaku dilewati dan kini saatnya angel untuk tampil, aku mendengar nada demi nada yang dimainkan oleh angel, ketika permainan piano angel sudah di pertengahan seorang cleaning service membuka pintu ruangan ini, aku langsung berdiri dan berlari menuju panggung. Tapi seseorang mencegatku dan menanyakan apa yang aku lakukan. Aku bilang bahwa aku adalah peserta terakhir. Permainan piano angelpun selesai dengan mendapat teouk tangan dari para penonton. Kemudian orang itu menyampaikan kepada pembawa acara itu bahwa masih ada satu peserta lagi yang belum tampil. Dan akhirnya namaku dipanggil aku naik ke panggung dan mulai memainkan piano itu. Nada demi nada ku dentangkan, dan tak terasa air mataku menetes. Tiba-tiba aku teringat ayah yang sekarang sedang terbaring di rumah sakit. Bagaimana jika ada sesuatu yang terjadi pada ayah, dengan siapa aku menjalani hidupku jika bukan tanpa ayah?. aku juga teringat akan ayah yang selalu menemaniku dalam tawa, sedih, duka, bahkan ketika aku sakit. Tapi saat ini, aku tidak bisa menemaninya, dimana ia saat ini sedang membutuhkan pertolonganku. Aku terus melentngkan nada demi nada dari jemariku, Dan kata-kata ayah yang terngiang di telingaku 'bahwa semua yang ada di dunia ini bisa kau dapatkan asalkan kau mau berusaha, sekalipun itu matahari yang besar, suatu saat kau pasti akan menggenggamnya'. Aku selesai memainkan piano dan ternyata semua penonton memberiku tepuk tangan. Aku masuk lagi ke belakang panggung dan menemui angel
"namamu memang ANGEL tapi sikapmu tidak mencerminkan kau sebagai seorang malaikat" untuk pertama kalinya, aku mencoba melawan angel, setelah semua yang ia perbuat selama ini padaku. Angel yang melihatku seperti ini, sudah ingin menghajarku, kalu ia tidak ingat ini di tempat umum.
Saat yang dinantikanpun tiba, yaitu pengumuman siapakah pemenang kontes ini.
"dan pemenang kontes musik tahun ini adalah....." semua peserta berhapar untuk bisa menang, tapi tidak bagiku yang aku harapkan acara ini cepat selesai dan aku bisa menjaga ayah
"devina" saat namaku disebutkan, gemuru tepuk tangan dari para penonton bertebaran, aku diminta naik ke atas dan menerima hadiah. Dan sejak saat itu aku percaya bahwa semua yang ada di dunia ini memang bisa ku gapai asalkan mau berusaha, dan jika itu belumtercapai mungkin bukan sekarang waktunya, entah itu besok, lusa, bulan depan, atau tahun depan kita tidak akan tau, yang terpenting adalah usaha untuk mendapatkannya. Dan mulai saat itu juga aku beranggapan bahwa orang yang bisa membuatku seperti ini adalah ayahku, ia yang selalu mnyemangatiku supaya tidak mudah putus asa.
Dan akhirnya aku bisa meringankan beban ayah, aku bisa masuk SMA yang ku nginkan dengan beasiswa yang kudapat dari kontes ini, dan juga aku bisa membayar biaya rumah sakit ayah.
Sementara angel, tanpa diketahui oleh siapapun, dia pindah sekolah. Entah karena malu atau apa, padahal aku ingin meminta maaf padanya, dan berteman dengannya, bukan menjalin hubungan buruk yang selama ini terjadi.
___________________________________________________________________________________
Yeee..... akhirnya nih cerita selesai. Gimana ceritanya kecepetan ya... kalau gak digituin bisa-bisa ini bukan cerita tapi novel (readers : bilang aja lu males nulis ato kalau gak otak lu lagi buntu gara-gara ujian). Ini cerita karangan saya sendiri (readers : emang gue tanyak? *author langsung pundung sama guling-guling di tengah jalan) jadi ceritanya aneh, alay, bahasa gak beraturan, penulisan gak bener, saya juga gak bisa buat kata-kata motifasi makanya hasilnya ancur. Ya udah minta komentarnya ya tentang cerita aneh ini..... ^_^
